Faktor Penyebab Melemahnya Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar AS – Gonjang-ganjing pergerakan nilai Rupiah kerap memberikan dampak negatif yang signifikan pada perekonomian tanah air.
Hal ini tidak dapat dihindari karena pertumbuhan perekonomian Indonesia sangat bergantung pada negara lain. Begitu sebaliknya, negara-negara lain juga bergantung pada perkembangan perekonomian Indonesia.
[postembed url=”https://ladypinem.com/investasi/virus-corona-menggerogoti-perekonomian-indonesia/”]
Seperti yang kita ketahui bersama, ketika nilai tukar rupiah anjlok terhadap dollar AS maka harga semua barang termasuk barang-barang pokok akan menjadi naik.
Kenaikan tidak hanya berlaku pada barang kebutuhan pokok namun juga berimbas kepada hal lainnya seperti biaya transportasi, listrik, dan hal lainnya; bak efek domino.
Efek domino yang muncul menjadi tidak dapat dihindari dan menjadikan daya beli masyarakat menjadi rendah. Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi pun menjadi lambat karena hal ini.
Karena itulah menjaga kestabilan nilai rupiah sangat penting bagi pemerintah agar dampak negatif yang ditimbulkan tidak terjadi dan siklus perekonomian terbaik bisa tetap dipertahankan.
Penyebab Melemahnya Nilai Rupiah Terhadap Dolar AS
Melemahnya nilai rupiah sangat mempengaruhi strategi investasi yang akan dilakukan masyarakat kedepannya. Sebab, beberapa instrumen investasi sangat ditentukan oleh nilai mata uang rupiah.
Secara garis besar, melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS ini disebabkan karena permintaan akan mata uang rupiah jauh lebih sedikit (anjlok) jika dibandingkan dengan mata uang dollar AS ataupun Euro.
Lalu, apa yang menyebabkan hal tersebut terjadi? Yuk, simak beberapa faktor berikut ini.
1Amerika dan Eropa Masih Lebih Menarik Dibandingkan Indonesia

FDI (Foreign Direct Investment) atau aliran investasi asing langsung di suatu negara sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan perekonomian di negara tersebut.
Pertumbuhan pasar di negara penerima FDI akan menentukan prospek keuntungan dari investasi tersebut. Jika prospek terlihat baik dan menjanjikan maka aliran FDI akan semakin tinggi dan semakin lancar.
Dengan adanya FDI maka kesejahteraan masyarakat juga dapat tercipta yang dapat dilihat dari peningkatan pendapatan dan juga peningkatan daya beli masyarakat.
Berkaca dari hal tersebut maka para investor asing juga tidak akan sungkan untuk mempertimbangkan dan berspekulasi terhadap prospek perekonomian Indonesia serta negara-negara lainnya.
Investor asing pasti akan sangat berhati-hati dalam menginvestasikan uang mereka di suatu negara dan memastikan bahwa negara tempat berinvestasi memang aman dan memiliki sistem regulasi yang tidak sulit.
[postembed url=”https://ladypinem.com/investasi/orang-terkaya-di-dunia/”]
Nah, adapun contoh negara yang masih tetap menarik sebagai tempat berinvestasi adalah Amerika Serikat. Sehingga tidak heran bila permintaan dollar AS kian meningkat dan menjadikan mata uang ini kokoh.
Bila para investor asing sudah melihat dan memutuskan dimana menginvestasikan uang mereka maka dana yang ada akan ditukar menjadi dollar AS.
Sebagai contoh, bila para investor batal berinvestasi di Indonesia maka mata uang rupiah akan ditukar ke dollar AS dan menjadikan ketersediaan dollar AS di pasar menjadi berkurang dan sebaliknya ketersediaan mata uang rupiah menjadi meningkat.
Apalagi, saat ini wabah virus Covid-19 semakin berkembang di Indonesia dan korban terus bertambah. Investor pasti akan menilai bagaimana Indonesia menangani kasus seperti ini.
Oleh karena faktor-faktor tersebut, minat investor untuk berinvestasi pun akan semakin berkurang karena ketidakstabilan ekonomi dan juga politik semakin tinggi serta tak terkendali.
2Impor Semakin Meningkat Namun Ekspor Kian Menurun

Harus diakui, negara kita Indonesia masih bergantung pada sektor impor untuk berbagai produk. Semakin tinggi jumlah impor kita maka semakin meningkat pula permintaan terhadap dollar AS karena semua transaksi akan menggunakan mata uang tersebut.
Bila hal ini terus terjadi maka nilai tukar rupiah terhadap dollar AS akan terus tergerus dan anjlok karena kita terpaksa menukar mata uang rupiah ke dalam dollar AS untuk segala transaksi impor yang kita lakukan.
[postembed url=”https://ladypinem.com/investasi/jangan-pernah-investasi-di-bitcoin/”]
Hal ini akan menjadikan ketersediaan rupiah semakin naik, begitu pula permintaan dollar AS juga terus meningkat.
Perlu kamu ketahui beberapa faktor penyebab meningkatnya impor dan menurunnya ekspor Indonesia.
I. Penyebab Menurunnya Ekspor Indonesia ke Luar Negeri
- Perang dagang antara China dengan Amerika Serikat
Persaingan dagang antara Cina dan Amerika Serikat memang sudah menjadi cerita lama. Kedua negara ini berlomba untuk menguasai perdagangan dunia dengan memberikan tarif bea masuk yang kompetitif.
Cina memberikan tarif bea masuk senilai US$ 75 miliar untuk barang-barang yang diimpor dari Amerika Serikat, seperti produk pertanian, pakaian, mobil, bahan kimia, dan tekstil.
Sedangkan presiden Amerika Serikat, Donald Trump, pun tidak mau kalah dengan melakukan hal yang sama terhadap produk-produk dari Cina.
[postembed url=”https://ladypinem.com/investasi/bagaimana-bitcoin-bekerja/”]
Ia menaikkan tarif bea masuk sebesar 5% untuk barang-barang yang diimpor dari Negara Tirai Bambu tersebut.
Seperti semangat dalam kepemimpinannya, presiden Trump berjanji untuk menjadikan Amerika Serikat sebagai negara adikuasa kembali yang dikenal dengan slogan “Make America Great Again”.
Keinginan presiden Trump tersebut direalisasikan dengan menjadikan Amerika Serikat tidak bergantung lagi kepada Cina. Hal ini menimbulkan defisit perdagangan serta adanya pencurian kekayaan intelektual.
Tentu saja, hal tersebut membawa dampak buruk bagi negara Indonesia terutama dalam hal ekspor. Permasalahan ini bisa melemahkan ekspor Indonesia dan mempengaruhi ketidakseimbangan neraca perdagangan Indonesia.
Ketika perang dagang ini terjadi, kedua negara tersebut akan mengurangi jumlah impor yang kemudian berdampak pada Indonesia selaku eksportir bahan baku.
Selain itu, perang dagang antara Cina dan Amerika Serikat juga dapat membuat negara lain mengalihkan barang-barang mereka ke Indonesia (yang sebelumnya akan dikirim ke Amerika Serikat atau Cina).
- Kebijakan Impor Khusus dari Negara Tujuan
Poin ini mirip seperti perang dagang antara Amerika Serikat dan Cina. Namun, kali ini melibatkan kebijakan impor khusus dari negara tujuan.
Contohnya, India baru saja menaikkan tarif bea masuk kelapa sawit. Kenaikan tarif ini jelas mempengaruhi daya beli kelapa sawit yang diekspor oleh Indonesia ke India.
Adapun beberapa contoh kebijakan impor seperti:
Larangan Impor: kebijakan ini dilakukan jika suatu negara diharuskan untuk menghemat devisanya. Dimasa pandemi Covid-19 ini, banyak negara yang sedang menerapkan kebijakan larangan impor demi menahan anggaran untuk bertahan.
Kebijakan larangan impor juga menjadikan barang-barang yang dianggap berbahaya untuk dilarang masuk.
Penerapan Tarif: kebijakan ini dilakukan untuk dengan memberikan tarif yang tinggi untuk barang-barang impor tertentu.
Dengan adanya kebijakan ini maka diharapkan suatu negara dapat membantu meningkatkan daya saing barang-barang produksi dalam negeri di pasaran.
Pembatasan Kuota Impor: biasanya kebijakan kuota impor ini sudah diprediksi sebelumnya. Sehingga tidak sulit bagi suatu negara untuk mengeluarkan anggaran demi kuota ini.
Namun dalam perdagangan bebas, pembatasan kuota impor tidak lagi berlaku karena bisa menghambat proses perdagangan Internasional.
II. Penyebab Meningkatnya Impor dari Negeri Lain ke Indonesia
-
- Perkembangan Industri di Indonesia Kurang Baik
Menteri Keuangan, Menteri Perekonomian, dan juga para pakar di bidang ekonomi telah menyadari bahwa terdapat ketidakseimbangan antara jumlah impor dengan ekspor Indonesia.
Dikutip dari data tahun 2018, rata-rata pertumbuhan impor Indonesia mencapai 22% sementara pertumbuhan ekspor hanya 8%. Hal ini jelas mengecewakan karena Indonesia masih sangat bergantung pada negara tetangga bahkan untuk pemenuhan bahan baku makanan sehari-hari.
-
- Bahan Baku Setengah Jadi Menjadi Produk Impor Andalan Indonesia
Alasan utama yang menyebabkan munculnya ketidakseimbangan antara jumlah impor dan ekspor di Indonesia adalah banyaknya barang-barang impor jenis bahan baku setengah jadi.
Total bahan baku setengah jadi dapat mencapai 75% yang disusul dengan barang modal sebesar 15% dan barang konsumsi sebesar 10%.
Komoditas terbesar yang paling tinggi diimpor oleh Indonesia antara lain:
-
-
-
-
- Besi dan baja,
- Petrokimia; PVC, polyester, plastik, obat-obatan, dan
- Bahan baku kimia
-
-
-
III. Perbandingan Nilai Impor dan Ekspor
Di September 2019, Badan Pusat Statistik (BPS) telah mengeluarkan laporan berisi nilai ekspor-impor dan neraca perdagangan Indonesia. Berikut penjelasan detailnya:
-
- Ekspor
Nilai ekspor Indonesia mencapai US$ 14,10 miliar. Terdapat penurunan sebesar 1,29% dibandingkan dengan bulan sebelumnya yakni Agustus 2019.
Tidak sampai di situ, angka ini juga menunjukkan penurunan sebesar 5,74% dibandingkan tahun sebelumnya yakni September 2018.
Secara sektoral, data ini menunjukkan perubahan ekspor sebesar.
-
-
-
- Migas: turun 37,13% menjadi US$ 0,83 miliar
- Pertanian: naik 12,24% menjadi US$ 0,36 miliar
- Pengolahan: turun 0,44% menjadi US$ 10,85 miliar
- Pertambangan: turun 14,82% menjadi US$ 2,06 miliar
-
-
Dari data tersebut jelas terlihat penurunan yang cukup signifikan yang berpotensi mengganggu neraca perdagangan Indonesia.
-
- Impor
Di sisi lain, nilai impor Indonesia mencapai US$ 14,26 miliar. Terdapat kenaikan sebesar 0,63% dibandingkan bulan sebelumnya yakni Agustus 2019 dan juga penurunan sebesar 2,41% dibandingkan tahun sebelumnya yakni September 2018.
Berikut ini adalah data perkembangan impor Indonesia di September 2019:
-
-
-
- Barang konsumsi: naik 6,09% menjadi US$ 1,41 miliar
- Bahan baku/penolong: turun 5,91% menjadi US$ 10,26 miliar
- Barang modal: naik 8,91% menjadi US$ 2,59 miliar
-
-
Barang modal cenderung bergerak positif. Namun, terdapat beberapa barang yang mengalami kenaikan seperti laptop, notebook, komputer, dan beberapa mesin, serta perlengkapan.
3Utang Indonesia Semakin Membengkak

Pandemi Covid-19 merontokkan tidak hanya perekonomian Indonesia namun juga dunia. Per Mei 2020, Bank Indonesia mencatat hutang Indonesia telah mencapai Rp 5.258 triliun! Bagaimana ya melunasinya kalo udah sebanyak ini?
Bila melihat dari jenisnya maka utang Indonesia dibagi ke dalam dua bagian yakni utang dalam negeri (domestik) dan utang luar negeri.
Pada utang dalam negeri, pemerintah tetap menggunakan rupiah sebagai mata uang transaksi sedangkan utang luar negeri sudah pasti menggunakan dollar AS.
[postembed url=”https://ladypinem.com/investasi/mengubah-kegagalan-menjadi-kesuksesan/”]
Utang dalam negeri biasanya diperoleh dari bank-bank plat merah sedangkan utang luar negeri diperoleh dari pemerintah atau investor dari negara tertentu.
Masalahnya adalah utang luar negeri yang menjadikan nilai tukar rupiah menjadi anjlok karena semua utang dihitung dalam dollar AS. Sedangkan, pergerakan nilai mata uang bergerak fluktuatif setiap harinya.
Selain itu, komposisi utang Indonesia lebih banyak di luar negeri. Oleh karena itu, terdapat risiko yang sangat besar bila pemerintah tidak berjuang mencari jalan keluar untuk segera mengurangi utang-utang tersebut!
Bila nilai rupiah menguat maka nilai pembayaran utang luar negeri akan lebih kecil atau ringan namun bila nilai rupiah anjlok maka nilai pembayaran utang luar negeri akan semakin besar.
Karena alasan tersebut itulah maka sangat penting untuk menjaga kestabilan nilai mata uang dan berupaya agar nilainya semakin menguat dari hari ke hari.
Nah, pergerakan nilai tukar rupiah sangat dipengaruhi oleh kondisi eksternal baik global maupun domestik. Oleh karena itu, sentimen apapun yang terjadi di luar negeri akan sangat mempengaruhi nilai mata uang rupiah dan juga mata uang negara lain secara global.
4Jenis Kebijakan Perekonomian

Perlu diketahui terdapat beberapa jenis kebijakan perekonomian, yakni:
I. Kebijakan Perekonomian Amerika Serikat
Federal Reserve System atau disingkat The Fed merupakan bank sentral Amerika Serikat yang bertanggung jawab untuk mengeluarkan beberapa kebijakan keuangan yang bertujuan untuk menstabilkan perekonomian negara Paman Sam tersebut.
Kebijakan The Fed sangat mempengaruhi kondisi keuangan global karena Amerika Serikat adalah negara adidaya dan merupakan salah satu negara dengan kekuatan ekonomi paling kokoh di dunia.
Di tahun 2008 silam, The Fed melakukan Quantitative Easing atau Tapping Off demi memulihkan kondisi perekonomian Amerika Serikat yang dilanda krisis ekonomi parah saat itu. Bahkan, pemerintahan Amerika Serikat sempat shut down karena krisis ini.
[postembed url=”https://ladypinem.com/investasi/kutipan-penting-money-master-the-game/”]
Tidak hanya sampai di situ, di tahun 2013 The Fed juga melakukan pemotongan dan pembatasan pembelian obligasi yang menyebabkan nilai tukar rupiah dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berfluktuasi sangat tajam.
Hal tersebut jelas sangat mempengaruhi kondisi perekonomian di Amerika Serikat sebagai pemulihan yang nantinya akan mengganggu lalu lintas jalur keuangan dunia.
Akibatnya, nilai tukar rupiah pun terus merosot tajam.
Lantas, apa yang harus dilakukan di saat wabah Covid-19 melanda seluruh dunia dan perekonomian dunia pun ikut runtuh karena hal tersebut?
The Fed menanggapi pandemi ini dengan mengeluarkan sebuah program bernama Money Market Mutual Fund Liquidity Facility (Fasilitas Likuiditas Reksa Dana Pasar Uang) yang akan mengalirkan dana sebesar US$ 10 miliar untuk perlindungan kredit.
Tujuan program ini dikatakan untuk menopang reksa dana pasar uang (pasar pendanaan jangka pendek) demi meningkatkan likuiditas dan kelancaran fungsi pasar uang di tengah kelumpuhan ekonomi akibat pandemi virus corona.
The Fed juga disebut telah memangkas suku bunga hingga mendekati 0% dan berjanji membeli sekuritas setidaknya US$ 700 miliar.
II. Kebijakan Perekonomian Cina
Selain kebijakan perekonomian Amerika Serikat yang sangat berpengaruh, Cina juga mengeluarkan kebijakan keuangan yang menguntungkan negaranya.
Pada hari Pembukaan Kongres Rakyat Nasional Cina tahun 2019, Perdana Menteri Li Keqiang mengumumkan bahwa adanya pemotongan pajak dan peningkatan anggaran pertahanan untuk mendorong perekonomian mereka yang mulai melemah.
[postembed url=”https://ladypinem.com/investasi/p2p-lending/”]
Lengkapnya, pemerintah Cina akan memotong sebanyak US$ 298 miliar pajak perusahaan dan biaya kontribusi asuransi sosial serta menurunkan PPN untuk sektor manufaktur dari 16% menjadi 13%.
Pada saat Cina melakukan perlambatan ekonomi karena menghadapi perang dagang dengan Amerika Serikat, permintaan Cina terhadap produk-produk dari negara berkembang, cenderung menurun.
Perlambatan ekonomi ini menjadikan aktivitas ekspor atau pasokan valuta asing bagi negara berkembang (termasuk Indonesia) menjadi berkurang.
Di sisi lain, aktivitas impor barang justru semakin bertambah karena ada pengalihan produk dari Amerika Serikat ke negara-negara berkembang seperti Indonesia.
III. Kebijakan Perekonomian Indonesia
Kebijakan perekonomian Amerika Serikat dan Cina sudah maka kini, waktunya mengetahui apa yang dilakukan pemerintah dan bank sentral Indonesia untuk mengatasi permasalahan terkait ketidakseimbangan perekonomian yang terjadi belakangan ini.
Lalu, apa saja kebijakan-kebijakan yang telah dikeluarkan?
Kita telah melihat bersama bahwa pemerintah berusaha keras menjadikan sektor usaha semakin produktif melalui kebijakan sektor riil seperti yang telah dilakukan berikut ini:
-
- Menambah pasokan valuta asing dengan peningkatan ekspor,
- Meningkatkan daya saing industri nasional,
- Memperkuat sektor pariwisata,
- Pengiriman Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang berkualitas,
- Membangun infrastruktur yang masif,
- Menghilangkan dan juga meminimalisir hambatan yang bisa mengganggu iklim investasi dengan menyusun regulasi yang lebih baik.
Bank Indonesia juga berupaya keras menjaga pasokan dan mengendalikan permintaan valuta asing agar tetap seimbang dengan:
-
- Melakukan intervensi pasar valuta asing dan juga pasar Surat Berharga Negara (SBN),
- Mengatur permintaan valuta asing di masyarakat dengan membatasi aktivitas pembelian valuta asing yang tidak memiliki tujuan pembelian yang jelas.
Sebagai Warga Negara Indonesia (WNI) yang baik, langkah apa yang dapat kita lakukan untuk berkontribusi mengatasi masalah ini?
[postembed url=”https://ladypinem.com/investasi/pinjaman-online/”]
Kita diajak untuk berpikir kreatif dalam hal peningkatan daya saing industri. Salah satu contohnya dengan mencari bahan baku pengganti impor yang bisa diproduksi di dalam negeri. Kita juga perlu berhati-hati dalam melakukan pinjaman luar negeri.
Bila kebijakan-kebijakan tersebut tidak berjalan seperti yang diharapkan maka ketidakseimbangan aktivitas ekspor-impor akan terus terjadi sehingga dapat membuat nilai mata uang rupiah akan terus tergerus.
5Inflasi di Indonesia

Inflasi merupakan proses peningkatan harga-harga secara umum dan bersifat kontinyu, terkait dengan mekanisme pasar yang disebabkan oleh banyak faktor (terutama produksi, konsumsi, dan distribusi).
Sebagai informasi, terdapat empat kategori inflasi yakni:
-
- Inflasi Ringan: <10% per tahun
- Inflasi Sedang: 10% – 30% per tahun
- Inflasi Berat: 30% – 100% per tahun
- Hiperinflasi: > 100% per tahun
Inflasi memang dibutuhkan untuk memajukan perekonomian namun dalam angka yang masih wajar.
Jika tingkat inflasi terlalu besar maka dampak negatif yang terjadi pada Indonesia:
-
- Daya beli masyarakat menjadi lemah karena harga barang yang terus melambung tinggi dan menyamai nilai rupiah dengan kurs negara lain. Di saat yang bersamaan, gaji para pekerja tidak mengalami kenaikan yang pada akhirnya akan memicu krisis.
- Peredaran rupiah terlalu banyak di pasar sehingga nilainya berkurang. Hal inilah yang membuat nilai rupiah atau membuat mata uang rupiah menjadi anjlok jika dibandingkan dengan mata yang lain yang lebih langka di pasar.
Pergerakan inflasi di Indonesia memang tidak pernah stabil. Di era Presiden Soekarno, selalu terjadi kenaikan dan penurunan inflasi yang cukup tajam setiap tahunnya.
Di era Presiden Soeharto, pemerintah terus berusaha menekan tingkat inflasi meskipun sulit mencapai angka rata-rata di bawah 10%. Rekor tertinggi inflasi di Indonesia terjadi di tahun 1998 dimana tingkat inflasi saat itu mencapai >70% dan Indonesia mengalami resesi ekonomi gila-gilaan.
Tahun 2000-an awal, kenaikan inflasi terkadang masih di atas 10%. Seperti pada tahun 2005, tingkat inflasi masih mencapai 17.11%.
[postembed url=”https://ladypinem.com/investasi/cum-date-dividen/”]
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat inflasi aktual pada tahun 2018 sebesar 3.13% yoy. Sementara tahun 2019 lalu, inflasi menunjukkan penurunan di angka 2.72% yoy.
Apakah angka tersebut menunjukkan tanda yang baik?
Tidak juga! Tingkat inflasi yang sangat rendah bukan berarti menggambarkan perekonomian Indonesia menjadi lebih baik.
Malahan akan ada dampak negatif yang dapat muncul khususnya pada produsen atau pengusaha manufaktur, seperti:
-
- Suku bunga acuan diturunkan oleh bank sentral,
- Keuntungan dagang sangat rendah dan minim,
- Penjualan sulit mencapai target,
- Terjadi PHK paksa karena sulit membayar pegawai.
Oleh karena itu, tahun 2020 ini diharapkan tingkat inflasi kembali pada titik normal dan tidak mengalami kenaikan atau penurunan yang tajam.
Dengan adanya Covid-19 yang melanda dunia saat ini, ketidakpastian perekonomian pun semakin tinggi sehingga sulit rasanya bila target pencapaian inflasi pada titik normal dapat tercapai.
Di sisi lain, bila kenaikan inflasi terus terjadi maka melemahnya nilai tukar rupiah pun tidak akan terhindari.
6Tingkat Suku Bunga

Tingkat suku bunga telah diatur oleh Bank Indonesia selaku bank sentral. Jika bank sentral menaikkan suku bunga dalam jangka waktu yang panjang maka nilai tukar mata uang Indonesia terhadap negara lainnya akan terus meningkat.
Kenaikan suku bunga berpotensi membantu penguatan mata uang yang akan menarik para investor dalam mencari high return untuk penanaman modalnya, sehingga permintaan terhadap mata uang Indonesia pun akan kian naik.
Sederhananya, tingkat suku bunga menentukan nilai mata uang suatu negara. Semakin tinggi suku bunga, maka semakin tinggi pula permintaan akan mata uang tersebut.
[postembed url=”https://ladypinem.com/investasi/idx-high-dividend-20-dividen/”]
Karena virus corona yang masih belum terkendali, bank sentral Amerika Serikat terus berupaya memangkas suku bunga acuan mereka sehingga membuat rupiah berada di angka Rp 14.500 di awal Juli 2020.
Angka tersebut menunjukkan nilai mata uang rupiah melakukan peningkatan dibandingkan dengan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS pada 1 April 2020 yang telah menyentuh angka Rp 16.382.
Perlu diketahui bahwa dampak naik turunnya nilai tukar mata uang rupiah tidak hanya terjadi ketika perubahan suku bunga diumumkan, tapi juga saat munculnya isu yang berkaitan dengan peluang perubahan suku bunga itu sendiri.
7Pengaruh Politik

Tidak hanya aktivitas ekspor-impor, tingkat suku bunga, dan inflasi yang bisa mengakibatkan melemahnya nilai mata uang rupiah, aktivitas politik juga bisa mempengaruhinya.
Mengapa demikian?
Seluruh kebijakan ekonomi dijalankan oleh sebuah negara tidak luput dari peran politik. Apalagi di November 2020 nanti, Amerika Serikat akan melakukan pemilihan umum untuk presiden.
Hal tersebut akan menimbulkan gejolak pergerakan mata uang AS yang tidak pasti.
Berikut ini adalah beberapa event politik yang berdampak pada pergerakan nilai mata uang suatu negara:
-
- Pemilu – Periode pemilu merupakan periode ketidakpastian. Kebijakan yang dijalankan juga sedang berada dalam kondisi yang tidak pasti sehingga menimbulkan potensi risiko yang besar.
Pemilu membuat para pemilik dana lebih berhati-hati dan cenderung lebih memilih untuk mengamankan dana mereka. Karena hal tersebut, sumber dana yang masuk semakin berkurang dan nilai mata uang pun mengalami penurunan.
-
- Konflik Antar Negara – Konflik ini akan memunculkan potensi risiko yang sangat besar bagi aset investasi yang ada di sebuah negara. Seperti, menurunkan kinerja perdagangan dan perusahaan multinasional.
Jika konflik terus berlanjut sampai terjadi konfrontasi militer, risiko hancurnya aset akan semakin tinggi. Dengan begitu, tidak ada yang mau menerima risiko tersebut dan memilih untuk mengamankan asetnya di negara yang lebih aman.
[postembed url=”https://ladypinem.com/investasi/indeks-saham-lq45-bei/”]
-
- Ketidakpastian Sosial – Kondisi politik yang tidak stabil memiliki pengaruh yang besar terhadap nilai mata uang. Ketegangan sosial atas kondisi politik tersebut dapat mengganggu kondisi perekonomian suatu negara.
Hal tersebut berujung penarikan investasi karena pemerintah dianggap telah gagal dalam menjalankan tugasnya. Akibatnya, nilai mata uang pun semakin menurun.
-
- Kontroversi Politik – Isu dan rumor dari aktivitas para politisi juga mempengaruhi pergerakan mata uang.
Ketika pemerintah mengeluarkan pernyataan atau pengumuman yang berpotensi mengubah sistem politik dan ekonomi negara tersebut, nilai mata uang akan mudah ikut berubah.
8Resesi Ekonomi

Faktor terakhir yang dapat menyebabkan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS adalah terjadinya resesi ekonomi di Indonesia maupun di negara lainnya.
Perekonomian suatu negara sangat dipengaruhi oleh perekonomian negara lain di dunia, begitu pula dengan Indonesia. Perekonomian Indonesia sangat bergantung pada negara Amerika Serikat dan Cina.
Oleh karena itu, jika salah satu negara (Amerika Serikat atau Cina) mengalami krisis ekonomi, maka Indonesia juga pasti akan terkena imbasnya.
Besar dampaknya memang tidak sebesar ketika Indonesia mengalami krisis ekonomi dalam negeri. Namun, tetap saja dapat menghambat perekonomian yang berujung melemahnya nilai mata uang rupiah (anjlok).
[postembed url=”https://ladypinem.com/investasi/saham-blue-chip-di-bei/”]
Ada beberapa penyebab terjadinya krisis moneter di suatu negara, yaitu:
-
- Kesenjangan produktivitas sebagai akibat dari lemahnya alokasi aset atau faktor produksi,
- Tidak ada keseimbangan struktur pada sektor produksi,
- Lemahnya sistem perbankan di suatu negara sehingga masalah utang eksternal (luar negeri) beralih menjadi masalah keuangan dalam negeri (domestik),
- Stok utang luar negeri yang besar dan berjangka pendek yang menyebabkan kondisi keuangan dalam negeri tidak stabil,
- Ketidakjelasan perubahan sistem politik,
- Ketergantungan pada utang luar negeri yang berkaitan dengan tindakan pelaku bisnis yang memobilisasi dana dalam bentuk mata uang asing.
Akibat krisis ekonomi ini, situasi politik di suatu negara akan memanas. Hal tersebut akan berdampak besar pada perekonomian negara itu sendiri.
Oleh karenanya, dibutuhkan konsensus politik secara nasional untuk merekonsiliasi keperluan penyelesaian secara tuntas terhadap permasalahan tersebut.
Dengan begitu, suatu negara dapat menyusun Program Nasional untuk bisa keluar dari resesi ekonomi dan memulihkan pertumbuhan ekonomi nasional seperti sedia kala.
Penutup
Saat ini, dunia sedang dilanda wabah Covid-19 yang membuat sebagian sistem perekonomian di berbagai negara menjadi tidak seimbang salah satunya adalah dengan melemahnya nilai tukar rupiah.
Kondisi ketidakpastian pun sangat tinggi dan banyak masyarakat cemas bagaimana keberlangsungan hidup tetap berjalan sembari menunggu kehidupan kembali normal seperti sedia kala.
Pastikan kamu cermat dalam menanggapi semua kondisi yang terjadi saat ini dan tetap terus bersyukur atas apa yang kamu miliki saat ini. Semoga kondisi dunia segera kembali normal agar perekonomian kita pun bangkit kembali.